Untuk Usaha Kecil Menengah

Bahan Bacaan


Klik Gambar

Karya Iklan dalam Konteks Strategi Pemasaran

Sebelum mengeksekusi sebuah iklan yang harus kita ingat adalah melakukan analisa produk, analisa ini berguna untuk mencari “what to say”nya sebuah strategi pemasaran. Hal ini yang sering dilupakan oleh mahasiswa terutama kita saat mengerjakan tugas kampus atau bikin karya periklanan.

Dalam analisa ini yang kita lakukan adalah membongkar identitas dan karakter dari produk tersebut. Mulai dari harga, benefit, diferensiasinya, USP, target user, kompetitor, dan strategi pemasaran lainnya.

Contoh kasus sederhana :
cowok bernama Mukiyo akan kita "pasarkan" biar laku dimata para wanita dan tak lagi menjomblo.
Hasil analisis cowok bernama Mukiyo adalah
kepribadiannya : baik hati, murah senyum
fisik : kurus, putih, berwajah standar
skill : jago desain grafis
Etc... etc...
Nah setelah data pribadi Mukiyo (produk) didapat baru kita bikin kreatif brief “How to say?” biar Mukiyo laku dan dapat pacar.

Tunggu... apakah kamu bingung ini artikel apa?!
Artikel ini sebenarnya saya ambil dari hasil bersih-bersih email. Tanpa sengaja saya temukan email yang berisi obrolan lama saya dengan seorang sahabat bernama Yudha di Jogja. Sahabat saya tersebut minta dikomentari hasil karya iklan kreatifnya berupa print ad dan TVC. Sayang untuk dibuang akhirnya saya jadikan postingan di blog ini. Semoga bermanfaat.

Oke … kita kembali lagi ke HOW TO SAY ? biar Mukiyo laku dan dapat pacar. Dari sekian data yang kita dapat, lalu dilanjutkan dengan membuat creative brief-nya. Bikin sederhana saja....
1. audience : mahasiswi komunikasi kampus XXX
2. kompetitor : Si Yudha anak film yang jago ngedit.
3. differensiasi : perbedaan Mukiyo dengan yudha yang paling terlihat apa ?
Mukiyo kurus tapi putih, bersih dan rapi sekaligus jago desain grafis. Kelebihan ini tak dimiliki oleh Yudha yang terkesan kumuh dan acak kadul :D
Sementara baik hati dan tidak sombong sama-sama dimiliki dua orang ini.
4. Positioning : kelebihan Mukiyo yang ingin ditunjukkan biar cewek-cewek mudah inget “Kurus, putih, bersih dan jago desain“
5. Etc...etc...

Nah begitu creative brief udah jadi baru kita hajar dengan visual iklan dan silahkan berimajinasi. Namun harus di ingat imajinasi kita nggak boleh keluar dari brief strategi periklanan yang telah dibuat. Misalnya : Mukiyo brand image-nya adalah “seorang yang kalem dan berwibawa” Ya jadi kita jangan bikin iklan yang visualnya menggunakan unsur komedi donk apalagi memperlihatkan gaya Mukiyo yang dibuat "petakilan" jelas ini sudah mengimpang dari positioning Mikiyo alias strategi pemasaran yang tersesat.

Seringnya analisis produk inilah yang selalu kita lupakan saat kita bikin karya periklanan. Tanpa terlebih dahulu menganalisis produknya, kita terbiasa langsung buru-buru berimajinasi bikin iklan yang kreatif. Dan akhirnya, imajinasi kita tanpa koridor atau pegangan yang jelas. Hasil yang di dapat memang kreatif. Tapi, begitu ini terjadi di industri periklanan sesungguhnya iklan kita sulit laku dijual ke klien. Kenapa ? karena kreatifitas kita nggak relevan dengan produk mereka. Gak sesuai dengan pesan pemasaran yang ingin mereka sampaikan.

Sama dengan kasus iklan hemat listrikmu...
Hemat listrik bagi gue adalah sesuatu pesan yang harus disampaikan secara serius, pesan tersebut harus “Dalem” harus ada nilai filosofi manfaat hemat, biar orang tersadar bahwa hemat listrik penting dalam kehidupan. So... mbok ya jangan dengan cerita orang yang lagi kebelet BAB gitu yud... Gile loe…

Iklan loe emang kreatif, lucu dan menghibur. Tapi ingat, membuat orang mau untuk berhemat dalam konteks budaya masyarakat Indonesia yang “BEBAL” nggak bisa dengan cara itu, kita butuh strategi pemasaran yang menyentuh hati. Kenapa ? menurut mbah max sutherland iklan lucu akan mengurangi unsur pesan yang penting. Fokus audience akan tertuju pada “lucunya” dan bukan pada pesannya. Kata sutherland lagi, iklan lucu hanya efektif jika persepsi orang terhadap pesan sudah positif. Sementara orang yang mau berhemat listrik khan bisa dihitung dengan jari, alias berkorelasi negatif. iya nggak ?.

Jadi brief yang lahir dari analisis produk penting untuk mengarahkan kreatifitas dan bukan sebaliknya. Imajinasi adalah pesawat yang terbang tinggi ke awan, melayang kesana kemari, tapi bukan berarti tak tau kapan dan dimana harus mendarat.

Oya yud, kamu pernah denger orang-orang periklanan bilang berfikirlah gila biar dapat ide gila? Dan gue nggak percaya dengan ide gila. Kenapa ? karena bagi gue ide gila beda dengan ide kreatif
kok bisa ? mari kita bahas proses menemukan ide kreatif iklan.

Dalam proses berfikir kreatif ada namanya fase "convention" yaitu mencari kebiasaan ide iklan suatu produk, misalnya si Mukiyo tadi. Disini kita berfikir in side the box. “Wah Jack, masa inside the box? Out side the box donk biar kreatif, hari gene geto loh”. Tunggu dulu… sebelum kita berfikir out side kita harus tau dulu seperti apa in sidenya. Bagaimana mungkin kita bisa out side (diluar kebiasaan) kalo inside (kebiasaan) aja kita nggak tau.

Kembali ke Mukiyo yang cari pacar tadi, convention yang muncul biasanya pakai bahasa "Cowok baik, penyayang, perhatian, bijaksana, ramah, etc..."
Kemudian kita masuk ke tahap "Distruption" nah disini kita baru berfikir out side the box, gila, beda, etc…
Contohnya langsung saja ke ide visual :
1. Mukiyo telanjang dada, pake motor moge
2. Mukiyo dengan gaya alay "menggoda"
3. Mukiyo dengan tampang kalem lagi mendesain

Sekarang kita lihat lagi ke visi iklan ( Brief yang di buat sebagai lanjutan dari strategi pemasaran ) Lihat ke 3 visual itu mana yang loe anggap relevan dengan visi periklanan dan sesuai brief strategi pemasaran ? nggak mungkin khan yang 1 dan 2 ? itu sih jauh dari karakter diferensiasi Mukiyo yud... Visual yang paling relevan dengan brief jelas yang nomer 3 "Mukiyo dengan tampang kalem lagi mendesain" ditambah body copy "Saya siap mendesain perjalanan Cinta kita hingga ke pelaminan" Eeeeaaak.... :)))

Gimana ? masih percaya ide gila ? padahal ide diatas masih standar, jauh dari kata "gila". Itupun tak sanggup menjawab brief hanya ide ke 3 yang relevan.

Ide gila bisa lahir jika memang produk dan brief dari strategi pemasaran mendukung untuk dibuat liar. Namun hati-hati, berbeda dengan ide kreatif, Ide liar cenderung lahir dari proses distruption tapi tanpa visi, tanpa tujuan. Beda dengan ide kreatif. Ini adalah proses yang lahir dari metode berfikir yang out side the box dan distruption yang relevan, dan dapat diterima oleh semua pihak. Proses yang jauh ke depan tapi masih punya pegangan, tanpa harus menentang pemerintahan yang sah. Hehehe...

Oya aku mau tanya iklan loe yang mobil mogok di tarik ama celana Jeans Levi's. Jelas di sana positioning celana itu adalah “KUAT” sampai-sampai bisa narik mobil. Tapi sayangnya konsep iklannya keliru Yud, Kenapa? Karena positioning celana yang kuat adalah milik wrangler, sementara positioning Levi’s yang gue tau adalah life style. Kecuali iklan yang loe bikin untuk merek wrangler baru cocok.

Disinilah pentingnya analisis brand dan produk. Sebelum kita bikin positioning untuk produk, liat dulu positioning sekaligus kompetitornya. Oya.. yang iklan bikinan anak buldozer visualnya Ponsel buat pijet, itu iklan produk Nokia ? Asli kreatif, tapi jujur aja itu jangan kamu pake buat portfolio. Hehehe... Kenapa ? coba kamu analisis lagi produk Nokia, liat juga positioningnya, setelah kamu analisis pasti kamu tahu jawabannya.

Yud,  gue suka style iklan loe yang fokus ke lucu dan nakal. Tapi, kita juga harus belajar berbagai macam style. Kita harus punya banyak “jurus”. Kita harus bisa formal, bisa feminim, nakal, lucu juga sangar. Intinya bisa segalanya. Gue harap setelah nanti gue balik kita bisa belajar bareng. Bukan belajar untuk jadi seniman yang bikin karya untuk dinikmati sendiri. Bukan belajar onani, tapi belajar bikin karya untuk orang lain alias untuk klien. Biar saat lulus nanti loe jadi serba bisa… bisa romantis, melankolis, cool, baik hati sekaligus BEJAT ;)

Zaki

Share di Sosmed

Arsip

Pembaca

Powered By Blogger
Copyright © Pemasaran dan Periklanan. Template CB